Wednesday, February 20, 2013

Pengertian Asuransi


Dari sudut industri asuransi atau ilmu asuransi, perusahaan asuransi adalah suatu badan usaha yang mengelola resiko (dan lalu disebut Penanggung) dalam suatu perjanjian (yang disebut polis), dengan mana ia memperoleh imbalan berupa uang (yang disebut premi) dan memberikan jaminan untuk memberi ganti rugi (baik berupa pembayaran uang, perbaikan kerusakan maupun penggantian barang) kepada nasabah yang bersangkutan (yang disebut Tertanggung) atas suatu musibah atau akibatnya yang menyebabkan kehilangan/kerusakan barang, kerugian keuangan, luka badan atau meninggalnya orang yang diperjanjikan (diasuransikan/dipertanggungkan) sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam polis dan hukum (tertulis) setempat.

Sebagai badan usaha maka perusahaan asuransi bertujuan untuk memperoleh laba dan ia bukanlah badan sosial/amal. Hal ini terlihat dari contoh berikut yang disebabkan oleh banyak/besarnya (tuntutan) ganti rugi pada tahun sebelumnya:

-  naiknya suku premi untuk suatu musibah
-  keengganan perusahaan asuransi untuk memberikan jaminan bagi suatu musibah
-  keengganan perusahaan asuransi untuk memberikan pertanggungan bagi Tertanggung tertentu

Karena perusahaan asuransi mempertanggung-ulangkan kepada reasuransi sebagian besar resiko-resiko yang dikelolanya, maka pengaruh perusahaan reasuransi atas hal-hal di atas juga amat besar.

Dari pengertian ilmu asuransi tersebut di atas jelas bahwa musibah/akibatnya yang layak memperoleh ganti rugi dari Penanggung adalah musibah/akibatnya yang diperjanjikan di dalam polis, sedangkan musibah/akibatnya yang lain tidak layak memperoleh ganti rugi.

Sepintas pengertian di atas tampak jelas dan mudah dimengerti. Namun dalam pelaksanaannya sungguh tidak mudah karena:

-  ada/tidaknya jaminan polis tidak selalu dapat langsung disimpulkan dari musibah yang terjadi, namun dari penyebabnya serta ketentuan-ketentuan lain (pencegahan kerugian, syarat wajib, kepentingan yang layak dipertanggungkan dll).
-  istilah-istilah yang digunakan di polis dan industri asuransi tidaklah selalu mempunyai pengertian yang sama dengan pengertian awam/umum maupun pengertian ilmu tehnik.

Dari pengertian ilmu asuransi di atas, jelas bahwa besarnya ganti rugi adalah sesuai ketentuan polis, sehingga ganti rugi bisa saja lebih kecil dari kerugian/kerusakan  yang terjadi (misalnya dengan adanya resiko sendiri, musibah/akibat yang tidak dijamin).

Seperti juga dengan perjanjian-perjanjian lainnya, polis juga tunduk pada hukum tertulis setempat, meskipun tidak jelas-jelas ditulis di dalam polis (karena sudah jelas). 
Contoh:  - tidak boleh menerbitkan polis untuk narkotika
  - batalnya polis bilamana ditemukan obyek pertanggungannya illegal.

Namun karena kurang pengetahuan, baik tidak disengaja maupun disengaja karena kompetisi dan sebagainya, ada petugas asuransi yang memberikan penjelasan lisan bahwa dengan mempertanggungkan asset / jasa / tanggung jawab hukumnya, Tertanggung akan memperoleh ganti rugi atas segala macam musibah, tanpa menjelaskan adanya musibah/akibatnya yang tidak termasuk dalam jaminan polis, prosedur tuntutan ganti rugi, resiko sendiri dll.

Di samping itu masih sedikit jumlah Penanggung yang memberikan saran-saran mengenai pengelolaan dan usaha mengurangi resiko yang dapat dilakukan Tertanggung. Hal ini disebabkan oleh antara lain:

-  perusahaan asuransi khawatir (calon) Tertanggung hilang minat karena dianggap berbelit-belit/ikut campur
-  memerlukan biaya dan tenaga yang tidak ekonomis bila dibandingkan dengan premi yang diperoleh
-  keterbatasan sumber daya manusia
-  pemberian sarana tersebut belum menjadi kebutuhan penting dalam memasarkan asuransi

Ditambah dengan adanya praktek-praktek kurang profesional seperti mencari-cari alasan agar ganti rugi yang diberikan sekecil mungkin ataupun secara tidak wajar menolak memberikan ganti rugi, meskipun praktek-praktek seperti ini tidak banyak, namun dampaknya cukup luas. Sebagian Tertanggung menjadi tidak menyadari manfaat asuransi, sebagian yang lain berpendapat bahwa perusahaan asuransi adalah perusahaan yang sekedar menjual janji untuk memperoleh imbalan uang (premi). Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat enggan berasuransi, adanya Tertanggung yang sengaja menaikkan besarnya tuntutan ganti rugi agar setelah ditawar diperoleh ganti rugi yang diperkirakannya, maupun adanya Tertanggung yang tidak mau mengerti prosedur/ketentuan dll.

Ada pula Tertanggung yang mengerti ketentuan-ketentuan polis dan kelemahan-kelemahannya yang kemudian memanfaatkannya untuk memperoleh keuntungan yang tidak wajar. Hal ini juga memberi dampak psikologis yang luas kepada Penanggung sehingga mereka berpendapat bahwa pada umumnya Tertanggung curang, termasuk juga Tertanggung yang (tampaknya) tidak mengerti kelemahan-kelemahan polis.

Menyadari adanya beda persepsi tersebut perusahaan-perusahaan asuransi pada umumnya telah berusaha mencari pemecahan masalah dengan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusianya melalui pendidikan, pelatihan dan seminar maupun memberikan penjelasan kepada Tertanggung melalui seminar ataupun secara langsung.

Pemerintah juga telah berusaha secara nyata untuk memajukan industri asuransi baik dengan pengaturan untuk membantu perkembangan perusahaan asuransi maupun perlindungan terhadap masyarakat pada umumnya dan Tertanggung pada khususnya melalui pengaturan, pendidikan, bantuan hukum  dan sebagainya.

Meskipun telah dan akan terus dicapai kemajuan dalam industri asuransi, namun masih dibutuhkan waktu, perangkat hukum dan sarana lainnya yang lebih baik lagi agar dapat dicapai kesamaan pengertian antara Tertanggung dan Penanggung.

No comments:

Post a Comment